Tuesday, October 2, 2007

Membaca dengan Jelas!





Dalam salah satu tips menulisnya, John Hewitt’s, seorang penulis mengatakan bahwa salah satu hal terpenting dalam mengedit adalah membaca naskah tersebut dengan jelas. Mulailah dengan teks yang terlihat dalam layar atau di kertasmu, kemudian mencari kesalahan-kesalahan penting, tapi ada beberapa kesalahan yang hanya bisa diselesaikan melalui membaca dengan jelas. Hal ini terutama saat kita mengedit pekerjaan kreatif.

Bagian-bagian sebuah cerita seperti dialog dan narasi itu bisa berarti orang yang sedang berbicara atau bersuara. Jika kamu memberikan seseorang suara, langkah selanjutnya adalah mendengarkan suara itu. Dialog atau percakapan, dalam beberapa bagian bisa memberikan kesan yang baik, namun bisa terkesan buruk ketika dibaca dengan keras. Hal itu dikarenakan pakem atau ritme percakapan berbeda dari pakem dan ritme tulisan. Kamu harus yakin bahwa apapun yang kamu tulis bisa mewakili bahasa visual dan suara.

Jalan termudah untuk membaca dengan jelas adalah memulai dari awal hingga akhir. Percakapan, bagaimanapun, harus bisa juga dibaca secara bersamaan. Pastikan cara pengucapan setiap karakter benar dan konsisten dalam satu cerita. Tanyalah pada dirimu sendiri apakah suaramu terdengar nyata, dan bagaimana suaramu terdengar saat mengucapkan karakter yang sama lainnya. Selama melakukan kegiatan itu, kamu juga harus mencari perbedaan antara karakter yang satu dengan karakter yang lain. Apakah karakter-karakter vokal terdengar berbeda? Tidak semua perkataan dilakukan dengan cara yang sama, dan perbedaan ini harus dimanipulasi (dilebur) dalam tulisanmu sehingga karakter-karakter itu dapat berdiri sendiri.

Jangan membatasai diri dalam membaca jelas untuk menghasilkan sebuah kerja kreatif. Kamu mungkin akan terkejut ketika membaca kembali dan menemukan bahwa susunan dan tata bahasa dalam tulisanmu terlihat baik dan benar. Saat kamu bisa membaca hampir seluruh artikel dengan jelas, kamu boleh merasa bahwa tulisanmu adalah tulisan yang baik pula dan kamu pun boleh merasa puas.

Monday, July 16, 2007

Menulis Menembus Batas

Oleh: Asma Nadia

Penerbitan Fiksi Islami yang dirintis sejak akhir tahun 90-an, menunjukkan animo yang semakin baik. Terbukti, sampai sekarang, jumlah penulis fiksi islami bertambah terus (3 sampai dengan 10 orang penulis/tahun). Rata-rata penerbit bisa melempar 3 sampai dengan 5 judul/bulan. Rata-rata judul menembus tiras 7000 eksemplar. Bahkan yang best seller bisa menembus angka diatas lima puluh ribu.
Maraknya fiksi islami ini juga bisa dilihat dari jumlah penerbit buku fiksi islami yang semakin menjamur, jika sebelumnya hanya dua atau tiga penerbit, sekarang jumlah lebih dari 20 penerbit. Tidak termasuk penerbit umum (Gramedia, Indonesia Tera, dan lain sebagainya), yang sekarang ikut menerbitkan buku fiksi dengan muatan 'pencerahan' tersebut. (Secara umum buku dikatakan best seller di Indonesia, cukup jika telah menembus batas 5000 eksemplar).
Dari segi prestasi, buku fiksi islami nyaris selalu mendapat tempat sebagai pemenang dalam ajang Adhi Karya Ikapi yang tiap tahun diadakan, baik untuk penulis, perwajahan, dan lain-lain. Buku remaja terbaik nasional tahun 2001 Rembulan di Mata Ibu, sedangkan Dialog Dua Layar, menjadi satu dari 3 buku remaja terbaik Adhi Karya Ikapi tahun 2002, keduanya diterbitkan penerbit Islam. Selain itu, meski belum terbilang banyak, sudah mulai ada ketertarikan dari pihak stasiun televisi, dan PH untuk mengangkat fiksi islami ini ke layar kaca. Karya-karya dari Gola Gong, Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Inayati dll, misalnya.
Kemeriahan itu selain merupakan prestasi, tentunya juga memancing berbagai komentar yang tidak semuanya positif. Ditengarai ada cukup banyak penulis muncul belakangan, dinilai hanya ikut-ikutan dan menjadi epigon para pelopor fiksi islami, tidak memiliki karakter sendiri, dan tidak menciptakan trend baru. Kritikan lain menyebutkan kejenuhan karena tema yang diangkat tidak variatif atau itu-itu saja.
Tentu saja tidak semuanya benar. Namun realitasnya memang kebanyakan penulis hanya terfokus pada apa yang hendak mereka tulis, dan bagaimana menuliskannya, berapa halaman yang diperlukan untuk mencukupi sebuah buku, dsb. Padahal proses sebelum membuat tulisan/buku jauh lebih awal dari itu.
Beberapa poin berikut barangkali bisa menjadi langkah bagi penulis fiksi islami, untuk meraih tempat yang lebih strategis dan meninggalkan jejak yang kuat pada zamannya. Sehingga tidak menjadi mereka yang "sekali berkarya, sudah itu mati".

1. Positioning:
- Membidik segmentasi
- Mencari ruang (menciptakan, tren, apa yang belum ditulis, ex. Gola Gong dengan Balada Si Roy)
- Memulai dengan dunia yang dikuasai.
- Berani membuat pilihan / spesialisasi.

2. Berpikir kualitas:
- Orisinalitas
- Membaca / MEmbuat perbandingan
- Eksplorasi (langsung atau imaginasi).
- Diskusi
- Komunitas yang bukan saling memuji, tapi saling mengkritisi untuk membangun.

3. Berpikir medan.
- Mempelajari kebutuhan/minat pasar.
- Mempelajari penerbit yang dituju, divisi, visi, karakter, kemampuan penetrasi pasar, perwajahan, editing dll.
- Menjalin relasi (jika mungkin mengantar langsung karyanya dan tidak pernah mengirim via pos).

Akhir kata, mari sama-sama menulis, berjihad dengan pena, dan menembus batas. Selamat menulis strategis!

Wednesday, July 4, 2007

Seputar Cerita Pendek






oleh: Asma Nadia

Definisi
Umumnya cerita pendek adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam waktu singkat dan tidak menguras waktu pembacanya.
Cerita artinya karya tulis tersebut disajikan dalam bentuk cerita: memiliki alur, ada penokohan, ada kisah. Pendeknya cerita itu dibatasi, baik dari banyaknya halaman, keterbatasan penceritaan dan sebagainya, intinya singkat, tidak panjang, padadt dan terbatas.
Satu hal yang penting diingat, cerita pendek hanya mempunyai satu arti, satu krisis, dan efek bagi pembacanya. Dengan menulis cerpen, pengarang ingin mengemukakan satu masalah saja secara tajam.

Kriteria Cerpen yang Baik
Menentukan kriteria cerpen yang baik, tidak muda, sebab cerpen yang baik dari tiap pengarang berbeda-beda kualitasnya. Cerpen-cerpen Hemingway yang baik, berbeda mutunya dengan cerpen-cerpen O Henry yang baik. Karya-karya terbaik Putu Wijaya tentu berbeda dengan karya-karya terbaikDanarto.
Walaupun demikian, secara garis besar kita bisa mengatakan bahwa cerpen yang baik adalah cerpen yang utuh, integral merupakan satu bentuk kesatuan yang manunggal. Setiap unsurnya sudah melalui seleksi, sehingga tidak ada bagian-bagian yang tak perlu, atau yang diumbar lebih dari keperluan.
Seluruh isinya pas, tajam, dan mengandung arti. Sedangkan ketajamannya bisa terdapat pada berbagai unsurnya, seperti pada plot, suasana cerita, setting tempat atau waktu terjadinya cerita.
Selain itu seorang cerpenis yang baik juga mampu memberi sesuatu bagi pembacanya: pengetahuan, pengalaman, kegembiraan, pandangan, dan lain-lain dalam cerpen-cerpennya.

Lima Hukum Menulis Cerpen
Edgar Allan Poe, sastrawan Amerika yang dianggap sebagai bapak cerpen modern menwariskan lima Hukum Menulis Cerpen yang sampai sekarang masih relevan:

1. Cerpen harus pendek.
Cerpen pendek bisa selesai dibaca dalam waktu singkat dengan tetap memberikan kesan yang mendalam. Biasanya pengarang cerpen ulung berusaha menghindari uraian berkepanjangan tentang tokoh cerita atau pemandangan alam.

2. Cerpen membuat efek yang tunggal dan unik.
Cerpen yang baik hanya punya satu pikiran utama dan action yang bisa dikembangkan melalui sebuah garis dari awal hingga akhir. Tidak seperti novel ynag memungkinkan memiliki garis-garis sampingan atau cerita penyeling, cerpen tidak memiliki hak untuk melantur ke berbagai soalan lain.

3. Cerpen harus ketat dan padat.
Seorang cerpenis harus berusaha memadatkan setiap detil pada ruang tulisannya. Tiada ruang untuk memaparkan serbaneka kejadian atau serba detil karakter seperti pada novel. Ini semata-mata agar pembaca mendapat kesan tunggal dari keseluruhan cerita. Kehematan berbahasa harus sangat diperhatikan dalam cerpen.

4. Cerpen harus tampak sungguhan.
Sekalipun karya fiksi, cerpen harus diupayakan terkesan nyata. Sebab hal itu adalah prinsip seni penceritaan sebuah cerita termasuk pula cerpen. Pilihan bagi pengarang adalah menulis cerita yang logis dan tidak mustahil, atau bagaimana membuat cerita yang sekalipun tinggi nilai fiksi atau imajinasinya, tetap logis bagi pembacanya.

5. Cerpen harus memberi kesan yang tuntas.
Selesai membaca cerpen, pembaca harus merasa bahwa cerpen itu benar-benar selesai.

Lima hukum menulis cerpen dari Edgar Allan Poe ini merupakan hal dasar yang harus diperhatikan bagi para cerpenis. Meskipun banyak cerpenis terkenal yang 'melanggar' aturan main ini. Edgar Allan Poe sang perumus aturan ini sendiri, tidak jarang memberikan ending misterius yang terkesan tidak tuntas bagi pembacanya. Pengarang lain, Ernest Hemingway kerap berpanjang-panjang dalam mendeskripsikan pemandangan alam, ataupun karakter tokoh-tokohnya.
Cerpen adalah karya kreatif. Adapun definisnya, bagaimanapun hukum-hukum penulisannya, pada akhirnya berpulang pada kreativitas pengarangnya untuk menciptakan ruang-ruang baru, untuk hasil yang lebih baik bagi pembacanya.

Tulisan diatas disampaikan Asma Nadia pada acara PULPEN.